
Dari Bilik Suara Berharap Lahir Negarawan
Oleh: Dhany Wahab Habieby (Komisioner KPU Kabupaten Bekasi)
Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak akan berlangsung pada hari Rabu, 14 Februari 2024. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan akan menggunakan hak politik untuk menentukan pemimpin (pilpres) dan wakil rakyat (pileg).
Partai politik mulai menyusun strategi, merancang koalisi dan menebar pesona untuk meraih dukungan. Beragam cara dilakukan guna menarik simpati rakyat, dari menyebar bantuan sosial hingga memoles citra lewat media massa dan media sosial.
Bayang-bayang politik uang (money politic) masih menjadi momok yang mencemaskan dalam perhelatan pemilu di negeri ini. Modus pemberian uang atau barang kepada pemilih oleh kandidat maupun tim sukses agar memilih calon yang diinginkan.
Banyak pihak menyakini politik uang laksana virus yang menggerogoti demokrasi. Sistem pemilu proporsional terbuka yang diterapkan saat ini semakin menyuburkan praktik politik uang jelang pemilu.
Persaingan terjadi bukan cuma antar parpol, tetapi kontestasi sengit berlangsung antar caleg dalam satu parpol pada dapil yang sama. Biaya pencalonan menjadi sangat mahal dan dampaknya perilaku korupsi semakin merajalela.
Modus politik uang berwujud aneka rupa, seperti dibuatkan kartu tabungan, voucher umroh gratis, pembagian kartu asuransi, paket sembako, token listrik, paket internet, menjanjikan pekerjaan serta pemberian uang kontan.
Pasal 523 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan; Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak dua puluh empat juta rupiah.
Meskipun aturan secara tegas melarang praktik politik uang namun realitanya masyarakat seolah permisif dengan hal tersebut. Banyak alasan yang membuat tumbuh subur benih politik uang, seperti faktor ekonomi/kemiskinan, budaya/kebiasaan dan rendahnya kesadaran politik warga masyarakat.
Pengamat Politik UGM, Mada Sukmajati menyebut politik uang bisa dilawan dengan solusi jangka panjang dan jangka pendek. Solusi jangka panjang dengan strategi budaya atau memasukkan materi politik uang ke sub materi antikorupsi dalam kurikulum sekolah.
Solusi jangka pendek untuk mengatasi politik uang, yaitu Bawaslu harus proaktif mengawasi pemilu, pemilih berpartisipatif selama proses pemilu berlangsung, sesama peserta pemilu dapat saling mengawasi, termasuk saling mengawasi antar peserta pemilu dari partai yang sama.
Sejatinya politik uang tidak berbeda dengan praktik suap yang menjadi akar korupsi di negeri ini. Kontestan rela mengeluarkan dana besar untuk membeli suara (vote buying) dengan harapan bisa balik modal setelah terpilih. Untuk itu, masyarakat perlu disadarkan bahwa politik uang merupakan godaan setan dalam demokrasi elektoral.
Bukankah Allah SWT menciptakan setan untuk menguji keimanan hambanya? Kita diberi kemampuan dan pilihan oleh Allah untuk menjauhi segala macam bentuk kemunkaran agar bisa meraih derajat manusia mulia. Kemampuan pemilih untuk menolak politik uang adalah kemenangan dalam pertempuran melawan bisikan setan.
Masyarakat mesti terus diingatkan supaya memiliki kesadaran bahwa lima menit di bilik suara sangat menentukan masa depan bangsa. Idealnya menentukan pilihan itu bukan karena iming-iming uang atau barang. Sebaiknya kita mengamanat suara kepada seseorang karena telah mengenal rekam jejak dan integritas yang bersangkutan .
Jika kita merujuk kepada asas penyelenggaraan pemilihan umum, maka persoalan politik uang pada akhirnya bermuara kepada setiap diri pemilih sebagai pemilik kedaulatan.
Asas langsung, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.
Asas umum, semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial.
Asas bebas, setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
Asas rahasia, pemilih yang memberikan suaranya dalam pemilihan umum telah dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
Asas pemilu tersebut menegaskan bahwa kedaulatan rakyat sepenuhnya dimiliki oleh setiap pemilih. Setiap warga yang mempunyai hak pilih memperoleh jaminan untuk menggunakan hak suaranya di bilik suara secara rahasia tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun.
Komisioner KPU RI, Dr. Idham Holik berpandangan dalam kontek politik uang atau politik transaksional dapat diibaratkan seperti logika sirkular (circular reasoning) ‘telur dan ayam’. Siapa yang terlebih dahulu ada atau memulai? Apakah kandidat yang mempengaruhi pemilih agar bertindak transaksional dengan politik uang (vote buying) atau pemilih yang berpikiran pragmatis sehingga menuntut imbalan ketika dukungan elektoral diberikan kepada seorang kandidat (vote selling).
Praktik politik uang bisa dicegah dengan melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dan pemilih secara berkelanjutan. Pemilih yang cerdas memiliki kekebalan (imunitas) yang kuat dari serangan virus politik uang. Meskipun, para kandidat akan berusaha merayu dengan segala cara, baik terang-terangan maupun sembunyi untuk mendapat suara.
Pemilu 2024 adalah momentum dan kesempatan bagi semua warga, khususnya kaum muda yang menghendaki perubahan demokrasi menjadi lebih baik (better democracy). Mari kita mulai dari diri sendiri, mulai saat ini untuk berani menolak rayuan politik uang.
Memilih kandidat dengan penuh keikhlasan akan menjadi energi positif bagi lahirnya sosok negarawan. Sebaliknya menjual suara dengan harga murah justeru memberi jalan bagi politisi bermental pedagang untuk meraih kekuasaan.
Demokrasi substansial dapat terwujud apabila kita mampu memutus lingkaran setan politik uang. Caranya, saat kita berada di bilik suara mampu mencoblos sesuai kata hati bukan karena transaksi.**