Mengenal Demokrasi: Demokrasi Untuk Kesejahteraan (Episode 4)
Oleh: Bimo Saputra
Sebagian orang percaya bahwa kesejahteraan hidup yang lebih baik dapat dicapai oleh negara yang menerapkan sistem demokrasi. Keyakinan didukung oleh fakta negara barat seperti Amerika Serikat yang menunjukkan kemajuan kesejahteraan hidup yang tinggi. Sebagian orang lagi kurang percaya bahwa negara yang menerapkan sistem demokrasi dapat mencapai kesejahteraan hidup rakyat. Keyakinan yang ini menunjuk fakta India yang menerapkan sistem demokrasi, tetapi pencapaian kesejahteraan hidup rakyatnya rendah. Bisa jadi, Indonesia menjadi contoh yangn menyerupai India. Lalu, disebutnya Cina yang menunjukkan peningkatan pesat kesejahteraan hidupnya, padahal tidak sepenuhnya menerapkan sistem demokrasi.
Perbedaan pendapat orang tentang keyakinan bahwa demokrasi dapat menyejahterakan atau tidak mampu menyejahterakan memerlukan jawaban yang teoritis dan empiris. Secara teoritis, hubungan demokrasi dan kesejahteraan, dikonsepkan oleh pemahaman demokrasi sosial. Menurut paham ini, demokrasi tidak semata-mata dilihat dari aspek politik, melainkan demokrasi diisi dengan paham sosial, yaitu demokrasi untuk kesejahteraan rakyat (democratic welfare). Pemerintahan demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh rakyat untuk kesejahteraan umum, yang disebut demokrasi sosial atau kolektivisme [*Bagirmanan dan Susi Dwi Harijanti, h.7]. Menurut Alexander Petring et. al, yang dikutip Bagirmanan dan Susi Dwi Harijanti, negara kesejahteraan merupakan inti demokrasi. [*Bagirmanan dan Susi Dwi Harijanti, h.8]. dari sudut pandang inilah pemerintahan demokratis adalah pemerintahan yang diselenggarakan oleh rakyat untuk kesejahteraan umum.
Hubungan demokrasi dan kesejahteraan pun dapat diusut dari asas-asas demokrasi liberal (konstitusional). Dari asas atau prinsip demokrasi bisa diurai hubungannya dengan kesejahteraan rakyat. Mengacu pada uraian di muka serta mengacu kepada pernyataan Samuel P. Huntington [*Samuel P. Huntington, The Future of The third Wave, h. 6] dan Larry Diamond [*Larry Diamond, The End of the Third Wave and The Start of the Fourth, dalam Plattner, Marc F. Joao Calos Espada, The Democratic Invention, (Baltimor: The John Hopkins University Press 2000, 17)], dapat disarikan bahwa demokrasi memiliki asas-asas universal yang meliputi : (a) pemilu yang bebas, jujur, dan kompetitif, (b) kebebasan individu, (c) kesamaan hak, (d) aturan hukum, (e) keadilan, (f) pembatasan kekuasaan dan perlindungan HAM. Pendapat ini sejalan dengan rekomendasi International Commission of Jurists dalam Miriam Budiarjdo sebagaimana telah dikutip di atas.
Penjelasan makna asas-asas universal dan penerapannya dalam kehidupan dapat menjelaskan hubungannya secara konseptual dengan kesejahteraan rakyat. Sebagai contoh dapat diilustrasikan asas kesamaan hak. Kesamaan hak individu dan kebebasan berpendapat, berkumpul, dan beraktivitas merupakan ruang bagi rakyat untuk melakukan kegiatan ekonomi secara bebas tetapi tetap dibatasi hukum. Agar penggunaan kebebasan di bidang ekonomi tidak melampaui batas, negara harus hadir menegakkan keadilan sosial ekonomi dengan ikut mengontrol melalui regulasi tentang hak kepemilikan sumber-sumber ekonomi, produksi, distribusi, dan harga. Begitu peran negara dalam mengendalikan kegiatan ekoonomi dalam mengendalikan kegiatan ekonomi dalam konsep demokrasi liberal (konstitusional), kebebasan yang dibatasi oleh sistem pengaturan.
Tentang hubungan kesejahteraan dengan Pemilu, dapat diidentifikasi dari asas-asas demokrasi dalam Pemilu. Asas bebas, jujur, dan adil membuka kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpinnya yang menawarkan konsep dan cara meningkatkan kesejahteraannya. Setelah terpilih, pemimpin diberi wewenang sepenuhnya dan diserahi tanggung jawab untuk menjalankan tugasnya guna tercapai tujuan pemerintahan, yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Namun, perlu digarisbawahi bahwa Pemilu yang menjanjikan kesejahteraan itu Pemilu yang bebas, jujur, dan adil.
Pilihan negara demokrasi oleh para pendiri bangsa semestinya dipahami dari perspektif kesejahteraan umum. Dapat dipastikan bahwa pilihan prinsip kedaulatan rakyat dalam pengelolaan negara, didasarkan atas keyakinan bahwa negara penganut sistem demokrasi dapat menghantarkan kepada kesejahteraan rakyat. Keyakinan ini terbaca dalam rumusan tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu “….untuk memajukan kesejahteraan umum..” yang kemudian dihubungkan dengan alinea berikutnya yang menyatakan berdasar…..(Pancasila) yang di dalamnya ada konsep demokarasi, khususnya sila ke-empat dan sila ke-lima (demokrasi ekonomi). Jadi, sistem negara demokrasi adalah pilihan politik kebangsaan sejak berdirinya bangsa ini dan dinyatakan dalam konstitusi pasal 1 UUD 1945. Sedangkan kesejahteraan adalah salah satu tujuan demokrasi.
Membahas tujuan demokrasi dengan kesejahtaraan, perlu dikemukakan pengertian tentang kesejahtaraan mana yang dimaksud di sini. Untuk memahaminya, cukuplah dikemukakan indikator-indikatornya. Ada banyak indikator kesejahteraan yang ditawarkan. Antara lain, ada indikator Gross National Happiness (GNH) dari Raja Bhutan, Jigme Singye dan Wangchuck; indikator Physical Quality Life Index (PQLI) dari Mooris, dan Human Development Index (HDI) dari UNDP. Secara umum, indikator kesejahteraan hidup adalah daya beli (purchasing power). Indikator ini digunakan oleh pemerintah dengan mengacu kepada konsep dari UNDP, yang diterjemahkan menjadi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Indikator IPM meliputi tiga komponen: indeks Kesehatan, indeks Pendidikan, dan indeks Paritas Daya Beli. Manapun konsep indikator yang digunakan, kesejahteraan hidup (life welfare) atau disebut pula kesejahteraan rakyat (people welfare) atau negara sejahtera (welfare state), substansinya menunjuk pada suatu kondisi terpenuhinya secara memadai kebutuhan material, mental dan spiritual sehingga tercipta rasa aman dan bahagia karena tercukupi kebutuhan dasar akan gizi, kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, pendapatan, peribadatan, lingkungan sosial, dan perlindungan dari risiko yang mengancam kehidupan.
Ternyata, perkonsep, demokrasi itu seperti dukun yang minta sesaji kepada pasiennya agar “pamaksadan” terkabul. Demokrasi bisa menyejahterakan rakyat jika dipenuhi syaratnya atau ciri-cirinya sebagaimana telah dikemukakan, yaitu (a) pemilu berjalan bebas, jujur, dan adil; (b) pejabat pemerintah menjalankan tugasnya dengan baik, tidak serakah, rakus dan korup; (c) sistem ekonomi kapasitas berjalan “dengan rasa” sosialis; (d) keadilan hukum tegak pada semua bidang kehidupan dan kepada semua warga, dan (e) demokrasi yang dipraktikkan adalah meminjam istilah Larry Diamond - level demokrasi konstitusional.
Tak pelak lagi, ada janji sejahtera dalam konsep demokrasi, tetapi dengan prasyarat. Masalahnya, prasyarat demokrasi di Indonesia tak kunjung terpenuhi secara fungsional dan optimal walaupun janji kesejahteraan selalu diucapkan setiap kali kampanye Pemilu. Maka, wajarlah peningkatan kesejahteraan rakyat pada umumnya belum beranjak dari status harapan saat kampanye walaupun ada segolongan kecil rakyat yang makin kaya dan menguasai sumber-sumber kekayaan. Gejala seperti ini bisa terjadi pada negara yang menerapkan sIstem demokrasi liberal.