
Refleksi Hari Demokrasi Internasional
oleh: Dhany Wahab Habieby [Komisioner KPU Kabupaten Bekasi]
Hari Demokrasi Internasional diperingati setiap tanggal 15 September. Hal ini mengacu pada Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2007 yang mencanangkan prinsip-prinsip demokrasi untuk menentukan sistem politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan, serta partisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan
Demokrasi menjadi pilihan negara-negara modern sebagai sistem pengelolaan pemerintahan untuk mengatur masyarakat. Indonesia telah menganut sistem negara demokrasi dengan bermacam variannya sejak awal kemerdekaan. Pasang surut kehidupan demokrasi ditanah air tidak terlepas dari sosok Presiden yang memimpin pada zamannya.
Dari kelahiran demokrasi di Yunani kuno ribuan tahun yang lalu hingga hari ini, fondasi masyarakat demokratis adalah kemampuan rakyatnya untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan negara. Hal Ini hanya dapat terjadi ketika setiap orang diizinkan untuk memilih tanpa memandang ras, jenis kelamin, atau faktor lain yang berarti inklusi dan kesetaraan juga penting bagi keberhasilan masyarakat demokratis. (sumber: https://tirto.id/gjul)
Secara ringkas ditegaskan bahwa sistem demokrasi memberi ruang yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam perumusan kebijakan publik. Segala keputusan yang akan diambil berdasarkan aspirasi dan kepentingan seluruh warga negara, bukan atas dasar kepentingan suatu kelompok. Hal ini dilakukan untuk mencegah tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalam masyarakat.
Dalam sistem demokrasi, terdapat lembaga perwakilan rakyat yang berfungsi untuk menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah. Di Indonesia, lembaga ini dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang dipilih melalui pemilihan umum. Tugas pokok lembaga legislatif adalah membuat undang-undang (legislasi), penganggaran (budgeting) dan pengawasan (controling).
Ciri demokrasi berikutnya adalah sistem kepartaian. Partai politik merupakan sarana dalam pelaksanaan sistem demokrasi. Melalui partai politik, kita dapat menyampaikan aspirasi kepada pemerintah yang sah. Partai politik memiliki fungsi untuk pengawasan kinerja dan mewakili rakyat untuk mengusung calon pemimpin dan pejabat publik, baik di pusat maupun daerah.
Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan demokrasi diantaranya menggunakan hak pilih pada Pemilu Serentak 14 Februari 2024. Pemilu sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
Pada 1 Agustus 2022, Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah memulai tahapan Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota DPR/DPRD. Sebanyak 24 partai politik calon peserta pemilu mengikuti proses verifikasi administrasi dokumen persyaratan keanggotaan partai politik calon peserta pemilu.
Sesuai data Kemenkumham mulanya terdapat 75 partai politik yang terdaftar dan memiliki badan hukum. Namun, seiring proses yang berlangsung tinggal 24 partai politik yang dinyatakan memenuhi syarat oleh KPU untuk mendaftar sebagai calon peserta pemilu.
Ke-24 parpol tersebut terdiri dari 9 parpol yang lolos parliamentary threshold (PT) dan saat ini mempunyai anggota di DPR: PDI Perjuangan, Gerindra, Golkar, Nasdem, Demokrat, PKB, PKS, PAN dan PPP.
Berikutnya 6 parpol peserta Pemilu 2019 yang tidak lolos PT yaitu: Perindo, Hanura, PSI, PKP, PBB dan Garuda. Selanjutnya 9 parpol baru yang sedang berupaya menjadi peserta Pemilu 2024 yaitu: Partai Buruh, Partai Ummat, Partai Gelora, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA), Partai Swara Rakyat Indonesia (Parsindo), Partai Republik, Partai Republik Satu (PRS) dan Partai Republiku Indonesia (PRI).
Sejarah mencatat pada pemilu pertama diselenggarakan tahun 1955 dan pemilu kedua tahun 1971 memang selalu diikuti oleh banyak partai politik. Rezim orde baru pada Pemilu 1977 melakukan penyederhanaan atau fusi partai peserta pemilu yang semula sepuluh partai politik menjadi hanya tiga partai.
Ketiga partai itu ialah (1) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) merupakan gabungan NU, Parmusi, Perti dan PSII. (2) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) adalah gabungan dari PNI, Parkindo, Partai Katolik, Partai IPKI dan Partai Murba dan (3) Golongan Karya (Golkar). Ketiganya terus dipertahankan dan Golkar selalu menjadi pemenang mayoritas tunggal secara terus pada pemilu 1982,1987, 1992 dan 1997.
Pasca rezim Orde Baru runtuh, pemilu diadakan pada 7 Juni 1999 untuk memilih anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemilu pertama di zaman reformasi diikuti sebanyak 48 partai politik. Pada 17 April 2019 untuk pertama kalinya Pemilu Serentak untuk memilih secara langsung Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, anggota DPD dam anggota DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota pada waktu yang bersamaan.
Kini setelah 24 tahun era reformasi, konsolidasi demokrasi di tanah air dianggap semakin matang meski pemilu dinilai masih sebatas demokrasi prosedural. Perhelatan pemilu serentak 2024 diharapkan semakin menguatkan demokrasi elektoral di tanah air. Publik menghendaki Pemilu yang diselenggarakan secara konsisten lima tahun sekali semestinya membuka jalan untuk mewujudkan negara kesejahteraan (Welfare State).
Penggagas teori Negara Kesejahteraan (Welfare State), Prof. Mr. R. Kranenburg, mengungkapkan “Negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan menyejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat.”
Presiden yang terpilih melalui pemilu mempunyai kewajiban untuk menghadirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat, minimal dalam beberapa hal yaitu; terjaminnya kebutuhan material dan non material sehingga masyarakat dapat hidup aman dan bahagia, tersedianya pelayanan sosial seperti kesehatan, pendidikan dan perumahan yang memadai dan tersedianya tunjangan sosial bagi masyarakat yang tidak mampu dan termarjinalkan.
Dalam konstitusi UUD 1945, hakikat kesejahteraan sosial tercermin dari perekonomian berdasarkan atas asas kekeluargaan, membiayai pendidikan dasar, mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu serta menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Pemerintah Indonesia secara jelas diamanatkan untuk menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan orang per orang.
Kedaulatan rakyat yang ditunaikan melalui pemilu yang demokratis merupakan mandat kepada Pemerintah Indonesia untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Partai politik mempunyai tanggungjawab untuk mengawasi kader-kadernya yang duduk di lembaga eksekutif dan legislatif agar tidak menyimpang dari amanah yang diberikan oleh rakyat.
Sekarang ini muncul kecemasan ketika demokrasi dunia sedang mengalami kemunduran (backsliding). Menurut studi terakhir Haghar dan Kufman (2021) penyebabnya adalah tindakan-tindakan politik oleh pejabat yang justeru dihasilkan dari proses demokrasi. Hal tersebut bisa juga terjadi di Indonesia, jika partisipasi publik dalam pemilu dan mandat yang diamanatkan kepada partai politik tak kunjung mendatangkan kesejahteraan.**