
Transformasi Pemilu Kaum Milenial
Oleh: Dhany Wahab Habieby (Komisioner KPU Kabupaten Bekasi)
Agenda demokrasi bangsa Indonesia pada tahun 2024 yakni menyelenggarakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Kepela Daerah (Pilkada) Serentak.
Tahapan pemilihan umum sudah diluncurkan oleh KPU pada 14 Juni lalu, sedangkan hari pencoblosan akan dilaksanakan pada Rabu, 24 Februari 2024. Sementara pemungutan suara pilkada direncanakan pada tanggal 27 November 2024.
Gelaran pemilu dan pemilihan pada tahun yang sama akan diselenggarakan untuk pertama kalinya. Kompleksitas permasalahan muncul dari evaluasi pemilu sebelumnya dan harapan agar pemilu bukan sekedar pemenuhan demokrasi prosedural.
KPU akan menggunakan berbagai aplikasi sebagai alat bantu penyelenggaraan pemilu, seperti SIPOL, SIDALIH dan SIREKAP. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara menjadi keniscayaan agar pemilu lebih praktis dan akuntabel seiring perkembangan zaman.
Seperti diketahui, populasi terbesar penduduk Indonesia saat ini di dominasi oleh generasi muda yang akrab dengan internet (digital native). Potret pemilih tentu tidak jauh berbeda dengan strukutur demografis masyarakat. Rancangan desain dan tata cara pemilu yang aplikatif dan berbasis digital menjadi model pengembangan demokrasi elektoral masa depan.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah penduduk Indonesia pada September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa. Kaum milenial yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 (saat ini berusia 26 – 41 tahun) sebanyak 25,87 persen dan generasi Z yang lahir antara 1997 hingga 2005 (usia 17 – 25 tahun) sebanyak 27,94 persen.
Generasi X yang lahir tahun 1965-1980 sebanyak 21,88 persen, generasi baby boomer (1946-1964) sebanyak 11,56 persen, post gen z yang lahir tahun 2013 dan seterusnya sebanyak 10,88 persen dan pre-boomer yang lahir sebelum tahun 1945 sebanyak 1,87 persen.
Kalangan milenial sudah terbiasa dengan perilaku digital native di tengah masyarakat yang super cerdas (super smart society) atau Society 5.0. Founder Freepo Business System, Legisan S Samtafsir menyebut ada banyak tantangan dan peluang dari dampak masyarakat supercerdas.
Pertama, banjir informasi menjadikan masyarakat semakin analitis kritis. Kedua, ketika semua serba daring (online), orang bisa semakin kreatif tetapi juga bisa makin konsumtif. Ketiga, hidup dalam campur aduk budaya atau multikultur, hal yang mesti dipertanyakan apakah budaya kita akan menjadi pemimpin (leader) atau pengikut (follower). Keempat, ketika semua serba terbuka, lintas bangsa dan negara, maka yang terjadi adalah kompetisi, kolaborasi atau bisa jadi kooptasi (Kompas, 5/6/2021).
Kondisi tersebut harus menjadi pertimbangan bagi pembuat regulasi dan penyelenggara pemilu dalam menyiapkan penyelenggaraan pemilu serentak 2024. Pemilu konvensional yang sudah berlangsung lama memang memerlukan perubahan dan perbaikan, baik sistem pemilu maupun teknis penyelenggaraan.
KPU merencanakan pengembangan berbagai sistem informasi digital yang bertujuan untuk penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien. Merujuk pada masterplan teknologi informasi KPU, pada tahun 2022 dilakukan pengembangan SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik), SIDALIH (Sistem Inforamsi Data Pemilih), SIDAPIL (Sistem Informasi Daerah Pemilihan), SILON (Sistem Informasi Pencalonan), SILOG (Sistem Informasi Logistik). Tahun 2023 dilakukan pembangunan dan pengembangan SIDAKAM (Sistem Informasi Dana Kampanye) dan SIREKAP (Sistem Informasi Rekapitulasi).
Seluruh sistem informasi tersebut akan diintegrasikan ke dalam website satu data. Tanpa integrasi, permasalahan TI KPU akan terus berulang, yakni terpisahnya setiap sistem informasi pemilu sehingga kinerja masing-masing sistem kurang efisien, terjadi perbedaan data pada setiap sistem, tidak rapinya infrastruktur TI KPU, dan kurang teraturnya operator pada masing-masing sistem. (https://rumahpemilu.org/rencana-kpu-digitalisasi-pemilu-dan-pilkada-2024/)
Sistem digitalisasi pemilu untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang super cerdas harus dibarengi dengan literasi demokrasi kepada seluruh segmen pemilih. Karakter milenial yang akrab dengan virtual lifestyle menjadi peluang dan tantangan untuk diberdayakan guna menumbuhkan pemilih yang cerdas (smart voters).
Generasi milenial mempunyai ambisi besar untuk sukses tetapi lebih tertarik dengan kewirausahaan (entrepreunership). Kaum milenial berperilaku instan, kreatif, inovatif dan informatif tetapi mudah bosan. Mereka mencintai kebebasan dan lebih dekat dengan media sosial. Tingkat percaya diri yang tinggi dan lebih menghargai passion.
Mereka menyukai hal yang lebih detail dan mengutamakan pengembangan diri, mempunyai keinginan mendapatkan pengakuan dan memiliki daya saing tinggi, melek digital dan teknologi informasi. Kaum milenial yang mandiri dan kritis akan menjadi pemilih terbesar dalam perhelatan pemilu dan pilkada mendatang.
Partai politik sebagai peserta pemilu harus mampu menyuarakan keinginan dan kebutuhan dari generasi milenial. Kontestasi gagasan dan programatik lebih diunggulkan daripada mengedepankan jargon emosional dan pragmatis. Pendekatan serta kampanye politik gaya milenial melalui media sosial (medsos) menjadi prasyarat untuk meraih dukungan.
Media sosial berhasil memainkan peran yang sangat penting bagi aktor politik dalam mendapatkan suara dan dukungan, khususnya dari kaum milenial. Mereka akan mendapatkan peluang yang luar biasa efektif apabila dilakukan pemberdayaan secara optimal guna meraih pikiran dan hati milenial melalui media digital.
Kaum milenial bisa menggunakan medsos sebagai filter yang paling mudah dicapai dalam menyeleksi dan mentracking figur kontestan yang paling layak menduduki jabatan eksekutif dan legislatif. Jejak digital dapat memandu milenial sehingga tidak perlu lagi kebingungan atas sikap dan pilihan politik untuk ke depannya.
Bagi penyelenggara pemilu menyiapkan perangkat keras (hardware) dan piranti lunak (software) untuk penyelenggaraan pemilu berbasis digital menjadi keharusan. Dukungan regulasi sangat dibutuhkan untuk memastikan hasil pemilu digital legitimate dan konstitusional.
Generasi milenial harus ikut serta dan berperan aktif sebagai penyelenggara pemilu dengan menjadi anggota badan ad-hoc (KPPS, PPS, PPK). Momentum Pemilu 2024 menjadi starting point generasi milenial turun gelanggang menjadi subyek utama perhelatan demokrasi lima tahunan.
Pada akhirnya kesuksesan pemilu 2024 tidak hanya diukur dari tingkat partisipasi pemilih semata. Namun, yang lebih penting adalah kemampuan bangsa ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk mewujudkan pemilu yang modern, transparan dan berintegritas. []