Opini

3353

Manfaat Sipol dan Modernisasi Parpol

oleh: Dhany Wahab Habieby (Komisioner KPU Kabupaten Bekasi) Pemandangan berbeda dapat kita saksikan saat partai politik calon peserta pemilu tahun 2024 melakukan pendaftaran di KPU mulai 1 Agustus 2022 lalu. Tidak lagi terlihat tumpukan berkas dokumen parpol yang harus diboyong ke kantor KPU seperti yang pernah kita lihat pada masa pendaftaran pemilu sebelumnya. Pimpinan Pusat Parpol secara bergiliran menyambangi kantor KPU dengan senyum dan gembira karena tak perlu repot mengangkat ratusan boks kontainer yang berisi dokumen sebagai syarat pendaftaran. Kini, semua dokumen persyaratan pendaftaran partai politik calon peserta pemilu tersimpan di aplikasi Sipol alias Sistem Informasi Partai Politik. Mereka disambut oleh Pimpinan KPU dengan penuh kehangatan dan kegembiraan sebagai langkah awal untuk berkontestasi meraih suara rakyat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) jauh-jauh hari memang telah menegaskan dan menyosialisasikan pemanfaatan Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) sebagai alat bantu  pada Tahapan Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2024. Sipol ditujukan untuk memudahkan proses verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang akan dilakukan oleh KPU Kabupaten/Kota.   Sipol merupakan platform berbasis web yang digunakan untuk menginput data parpol, seperti profil, kepengurusan, domisili, dan keanggotaan. Seluruh dokumen yang disyaratkan Undang-Undang Pemilu untuk menjadi peserta pemilu disampaikan parpol kepada KPU melalui Sipol. Sistem ini disediakan KPU guna membantu partai politik dan penyelenggara pemilu dalam tahapan pendaftaran pemilu, penelitian administrasi, dan verifikasi faktual partai politik. Akses secara resmi dibuka hingga berakhir masa pendaftaran melalui situs sipol.kpu.go.id. Data KPU hiingga 2 Agustus 2022 terdapat 40 partai politik nasional dan 8 partai politik lokal di Aceh yang sudah memiliki akun Sipol. Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2022 tentang Pendaftaran, Verifikasi dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilu 2024 pasal (1) menyebut: Sistem Informasi Partai Politik yang selanjutnya disebut Sipol adalah sistem dan teknologi informasi yang digunakan dalam memfasilitasi pengelolaan administrasi pendaftaran, verifikasi, dan penetapanPartai Politik peserta Pemilu anggota DPR dan DPRD serta pemutakhiran data Partai Politik peserta Pemilu secara berkelanjutan di tingkat KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan peserta Pemilu. Secara eksplisit dalam beleid yang ditetapkan KPU pada 20 Juli 2022 dinyatakan pada pasal 141 bahwa: KPU, KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, dan Partai Politik calon peserta Pemilu menggunakan Sipol dalam melakukan pendaftaran, verifikasi, dan penetapan Partai Politik peserta Pemilu. Penggunaan Sipol bisa untuk melacak dokumen yang tidak memenuhi syarat, mendeteksi kegandaan data pengurus dan keanggotaan partai politik. Sipol yang pada awalnya mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak karena dinilai tidak memiliki dasar hukum yang kuat, justeru pada praktiknya memberikan kemudahan bagi parpol untuk melakukan pemutakhiran data secara berkelanjutan. Penggunaan Sipol diharapkan dapat mendorong parpol untuk mengelola data secara terintegrasi dan profesional. Pemutakhiran data Partai Politik secara berkelanjutan melalui Sipol meliputi data kepengurusan Partai Politik pada tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan; perempuan pada kepengurusan Partai Politik tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota; keanggotaan Partai Politik; dan domisili Kantor Tetap untuk kepengurusan Partai Politik pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Berdasarkan laporan harian Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Rabu (3/8/2022) tercatat sudah ada 16 partai politik yang datanya sudah terunggah 100 persen di aplikasi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol). Delapan partai diantaranya telah dinyatakan lengkap dokumennya oleh KPU yaitu; PDI Perjuangan (PDIP), Partai Keadilan dan Persat uan (PKP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Indonesia (Perindo), Partai NasDem, Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) serta Partai Garuda. Kemampuan Parpol menggunggah data secara cepat dan tuntas ke dalam Sipol merupakan bukti pengelolaan dan manajemen parpol yang berjalan dengan baik. Sipol menjadi fondasi membangun tradisi baru sistem partai yang lebih modern. Data administrasi parpol yang terdokumentasi dengan baik dan rapi sangat bermanfaat bagi seluruh stakeholder. Komisioner KPU Idham Holik menegaskan Sipol akan terintegrasi dengan situs infopemilu.kpu.go.id sehingga masyarakat bisa ikut memantau proses pendaftaran calon peserta Pemilu. Manfaat lain dari kehadiran Sipol adalah kemudahan masyarakat untuk mengetahui apakah namanya terdaftar sebagai anggota partai politik melalui https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Cari_nik Sebaliknya bagi masyarakat yang merasa keberatan jika namanya tercatat sebagai anggota partai politik dapat menyampaikan tanggapan melalui https://helpdesk.kpu.go.id/tanggapan. Pemanfaatan sistem informasi partai politik (Sipol) memberi kesempatan bagi publik untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap pengelolaaan data parpol agar lebih valid dan transparan. Partai politik sebagai pilar demokrasi dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Langkah KPU membangun infrastruktur Sipol pada akhirnya bukan hanya sebagai alat bantu pendaftaran dan verifikasi parpol menjadi peserta pemilu. Namun, bisa dimaknai sebagai pemicu (triger) bagi para pengurus parpol untuk berbenah diri mewujudkan parpol sebagai organisasi yang modern dan profesional. Modernisasi parpol penting untuk dikembangkan melalui pengelolaan data kepengurusan dan keanggotaan secara berkelanjutan. Sipol menjadi bank data bagi parpol dan masyarakat untuk memperoleh informasi secara komprehensif. Sistem informasi yang handal dan profesional di internal parpol akan memudahkan bagi parpol melakukan pemetaan dan penguatan sumber daya manusia untuk berkontribusi dalam membangun bangsa. Momentum Pemilu 2024 yang menghadirkan berbagai inovasi sistem informasi penyelenggaraan pemilu, seperti Sipol, Silon, Sidalih, Sirekap dan lainnya mesti direspon dengan positif thinking demi kemajuan demokrasi di tanah air. Digitalisasi menjadi keniscayaan dalam penyelenggaraan pemilu di masa modern agar lebih praktis, efisien dan efektif. []  


Selengkapnya
3536

Parameter Kesuksesan Pemilu 2024

Oleh: Dhany Wahab Habieby (Komisioner KPU Kabupaten Bekasi) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024. Dalam PKPU tersebut termuat sebelas tahapan dan jadwal pelaksanaan Pemilu terhitung sejak 14 Juni 2022. Tahapan Pemilu meliputi penyusunan peraturan KPU, pemutakhiran data pemilih dan penyusunan daftar pemilih, pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu, penetapan peserta pemilu, penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan (dapil), pencalonan anggota DPD, anggota DPR/DPRD serta Presiden dan Wakil Presiden. Tahapan berikutnya masa kampanye, masa tenang, pemungutan dan penghitungan suara pada 14 Februari 2024, penetapan hasil pemilu dan pengucapan sumpah/janji. KPU juga telah menjadwalkan Pilpres putaran kedua (jika ada), maka pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan pada 26 Juni 2024. Partai Politik calon peserta Pemilu saat ini sedang melakukan proses penginputan data dan dokumen persyaratan ke dalam SIPOL (sistem informasi partai politik). KPU akan menggunakan SIPOL sebagai alat bantu pada tahapan pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu. Data KPU pada tanggal 12 Juli 2022, tercatat 45 partai politik calon peserta pemilu sudah memiliki akun SIPOL Pemilu Tahun 2024. Jumlah tersebut terdiri dari 38 parpol nasional dan 7 parpol lokal di Aceh. Tahapan pendaftaran parpol calon peserta pemilu akan dimulai pada 1 Agustus 2022. Partai politik nasional yang telah mempunyai akun SIPOL terdiri dari 9 parpol peserta pemilu tahun 2019 yang berhasil memenuhi ambang batas parliamentary threshold (PT) 4 persen, yaitu PDI Perjuangan, Gerindra, Partai Golkar, Nasdem, Demokrat, PKB, PKS, PAN dan PPP. Sembilan parpol tersebut mesti melalui verifikasi administrasi supaya bisa mengikuti Pemilu 2024. Berikutnya 7 parpol peserta pemilu 2019 yang tidak memenuhi PT yaitu; Perindo, Hanura, PSI, PBB, PKPI, Berkarya dan Partai Garuda. Sisanya 22 partai politik baru yang akan mencoba berjuang mengikuti kontestasi Pemilu 2024. Partai yang tidak lolos PT dan partai baru harus lolos verifikasi administrasi dan verifikasi faktual sebelum ditetapkan sebagai peserta pemilu. Pemilu 2024 merupakan hajat demokrasi lima tahunan keenam di era reformasi, sejak Pemilu pertama berlangsung tahun 1999. Pelaksanaan Pemilu 1999 mendapat banyak pujian dari pengamat dalam dan luar negeri karena dinilai sebagai pemilu yang paling demokratis. Setiap kali pemilu digelar, rakyat menggantungkan harapan pemilu dapat membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semangat untuk menyelenggarakan Pemilu yang berkualitas dan berintegritas selalu digaungkan berbagai kalangan. Harapannya Pemilu semakin mendekatkan pada cita-cita pendiri bangsa (founding father) yakni mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Anggaran besar untuk perhelatan demokrasi mesti dibarengi tanggungjawab seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) guna memastikan Pemilu akan melahirkan lembaga eksekutif dan legislatif yang pro rakyat. Pemilu sebagai konsolidasi demokrasi dalam praktiknya bukan cuma sekedar memenuhi ketentuan teknis formal prosedural, tetapi harus mampu mencerminkan hakekat kedaulatan rakyat. Sejumlah faktor yang perlu diperhatikan pada penyelenggaraan Pemilu 2024 sehingga dapat tercapai tujuan demokrasi substansial diantaranya; Pertama, Penyelenggara Pemilu yang berintegritas dan konsisten berpedoman pada prinsip penyelenggaraan pemilu. Penyelenggara harus melaksanakan pemilu sesuai asas LUBER dan JURDIL serta mematuhi prinsip; mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien. Penyelenggara pemilu di semua tingkatan memiliki tanggungjawab moral dan memastikan output dari Pemilu adalah terpilihnya figur pemimpin dan wakil rakyat yang amanah, jujur dan dapat dipercaya. Dalam bertugas penyelenggara pemilu harus mematuhi kode etik sehingga mempunyai self control untuk memilah dan memilih hal yang pantas dan tidak pantas dilakukan. Kedua, Partai Politik yang dikelola secara profesional dan demokratis merupakan bagian penting dalam penyelenggaraan Pemilu yang berkualitas. Partai politik sebagai peserta pemilu sekaligus sumber rekrutmen politik dalam proses pengisian jabatan publik. Partai politik mampu menyiapkan sumber daya manusia berjiwa negarawan yang akan mengelola negara dengan penuh tanggungjawab. Saat ini parpol dianggap belum efektif dalam melaksanakan fungsinya sebagai pilar utama demokrasi dan aset negara. Oleh karena itu diperlukan ikhtiar untuk membangun budaya politik dan manajemen parpol yang sehat dan transparan dari pusat hingga ke daerah. Ketiga, Pemilih yang cerdas dan rasional merupakan prasyarat utama untuk meghasilkan pemilu yang lebih berkualitas. Pendidikan pemilih harus dilakukan secara simultan oleh semua pihak (penyelenggara pemilu, parpol, pemerintah dan lainnya). Tujuannya untuk meningkatkan kesadaran politik warga negara sehingga hak pilih yang dimilikinya tidak diberikan secara pragmatis dan transaksional. Pemilih yang cerdas akan memastikan namanya tercatat di DPT, mencermati rekam jejak kandidat dan program yang ditawarkan oleh parpol peserta pemilu. Pemilih yang rasional memiliki imunitas terhadap rayuan politik uang dan kritis terhadap setiap informasi yang diterimanya (tidak mudah terjebak hoaks). Keempat, Wakil rakyat yang terpilih lewat Pemilu berkewajiban merealisasikan visi misi dan program partai yang telah dijanjikan kepada rakyat. Sistem proporsional terbuka dalam Pileg memberi peluang yang sama dan setara kepada semua caleg untuk meraih suara rakyat. Kandidat yang memperoleh suara terbanyak akan menjadi wakil rakyat dari daerah pemilihan yang bersangkutan. Namun, pada akhirnya masyarakat akan menilai kinerja lembaga hasil pemilu secara keseluruhan.   Sejauh ini kinerja lembaga MPR, DPR dan DPD dinilai belum memuaskan. Responden yang puas dan sangat puas terhadap kinerja MPR hanya 14 persen dan yang tidak puas mencapai 28,4 persen. Kepuasan terhadap kinerja DPR hanya 15,1 persen sedangkan 39,8 persen mengaku tidak puas. Sebanyak 13,4 persen responden mengaku puas dengan kinerja DPD, sebaliknya 29,5 persen menyatakan tidak puas dan sangat tidak puas. (https://www.merdeka.com/politik/survei-fixpoll) Kelima, Terwujudnya pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government) adalah harapan dari setiap warga negara pada saat menggunakan hak pilihnya di TPS. Partisipasi pemilih dalam pemilu merupakan pendelegasian kepercayaan dan mandat rakyat kepada pemimpin terpilih agar mengelola negara dengan sebaik-baiknya. Pemerintahan yang bersih dan anti korupsi sangat dibutuhkan sehingga dapat melindungi segenap warga bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Pemerintahan yang mampu menerjemahkan ajaran Trisakti, yakni berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan. Masyarakat berharap Pemilu yang diselenggarakan serentak untuk memilih secara langsung Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPD, anggota DPR/DPRD semestinya mampu mendatangkan kebahagiaan bagi setiap warga negara. []


Selengkapnya
1709

Urgensi Pendidikan Pemilih

Oleh: Dhany Wahab Habieby (Kadiv Sosdiklih, Parmas dan SDM KPU Kabupaten Bekasi) Pemilihan Umum Serentak akan digelar pada 14 Februari 2024 untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR, anggota DPD, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Momentum ini sangat tepat sebagai sarana untuk melakukan pendidikan pemilih kepada masyarakat. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut sejumlah tantangan yang dihadapi pada Pemilu dan Pemilihan Serentak tahun 2024. Berdasar pada pengalaman pemilu 2019, kita dihadapkan pada tingginya suara tidak sah (invalid vote), maraknya hoaks, disinformasi, ujaran kebencian (hate speech) dan praktik politik uang (money politic). Kondisi tersebut harus diantisipasi agar tidak terulang kembali pada pemilu mendatang. Salah satu caranya dengan melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pemilu dan demokrasi. Perludem mencatat berdasarkan rata-rata global, maka besaran suara tidak sah masih dianggap wajar pada kisaran 3 sampai 4 persen. Sementara pada Pemilu 2019 di Indonesia, terdapat 11,12 persen atau sekitar 17 juta suara tidak sah. Sistem pemilu Indonesia yang kompleks disebut sebagai salah satu faktor penyebab tingginya suara tidak sah. Sistem proporsional terbuka untuk pemilu DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota dilaksanakan berbarengan dengan pemilu DPD dan Pilpres dalam satu hari yang sama. Pemilih mendapatkan lima jenis surat suara yang berbeda ukuran sehingga menyulitkan pada saat mencoblos, khususnya bagi pemilih yang berusia lanjut. Persoalan yang juga perlu dicegah adalah penyebaran kabar bohong (hoaks) dan disinformasi yang marak melalui media sosial. Pemilih memerlukan informasi yang benar serta relevan tentang rekam jejak para kandidat dan program yang ditawarkan. Karena itu semua pihak perlu bahu-membahu memerangi informasi yang sesat dan menyesatkan tersebut. Dampak yang paling membahayakan dari maraknya hoaks dan ujaran kebencian adalah terjadinya polarisasi (pembelahan sosial) ditengah masyarakat serta mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Sedangkan disinformasi jika tidak ditanggulangi dapat mempengaruhi kepercayaan publik terhadap penyelenggara dan pelaksanaan pemilu. Politik uang harus dilawan, sebab jika dibiarkan akan mengancam masa depan demokrasi di tanah air. Jumlah pemilih yang terlibat politik uang dalam Pemilu 2019 sekitar 19,4 persen hingga 33,1 persen (Burhanuddin dkk, 2019). Kisaran politik uang ini sangat tinggi menurut standar internasional dan menempatkan Indonesia sebagai negara dengan peringkat politik uang terbesar nomor tiga sedunia. Politik uang telah menjadi praktik normal baru dalam pemilu Indonesia. Temuan Bawaslu dan berbagai lembaga survei mencatat kasus politik uang yang terjadi pada Pemilu serentak tahun 2019. Masyarakat seakan permisif dengan politik uang sehingga enggan melaporkan kepada pihak berwenang. Hasil survei Litbang Kompas pada tahun 2020 menegaskan hal tersebut. Kita berharap bahwa penyelenggaraan Pemilu 2024 akan lebih baik dan berkualitas dibanding dari pemilu sebelumnya. Tingkat partisipasi pemilih pada Pemilu 2019 yang relatif tinggi, yakni mencapai 81,9 persen, perlu dibarengi dengan program pendidikan pemilih agar output pemilu 2024 selaras dengan tujuan bernegara. Pendidikan pemilih merupakan investasi jangka panjang yang penting untuk dilakukan. Mayoritas pemilih pemula perlu mendapat pencerahan supaya menjadi pemilih yang cerdas dan rasional. Sebab, mereka baru pertama kali menggunakan hak politiknya pada pemilu atau pemilihan mendatang. Pendidilkan Pemilih harus dilakukan secara kontinyu sepanjang tahun sebagai upaya peningkatan kesadaran berpolitik warga negara. Biasanya masyarakat mendapatkan informasi seputar pemilu dan kandidat saat menjelang pelaksanaan pemilu. Partai politik mempunyai tanggungjawab untuk memberikan pendidikan politik kepada konstituen secara reguler. Namun, karena alasan terbatasnya pendanaan, parpol baru gencar melakukan sosialisasi pada masa kampanye atau saat injury time. Fenomena itu yang memicu munculnya apatisme politik ditengah masyarakat dan menurunnya kepercayaan publik terhadap partai politik dan penyelenggara negara. Pendidikan pemilih memerlukan kolaborasi dan koordinasi antar lembaga, seperti penyelenggara pemilu, partai politik, peserta pemilu, pemerintah, organisasi masyarakat sipil, akademisi, kalangan profesional dan lainnya. Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017 pasal 198 ayat (1) menyebutkan; Warga negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara sudah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin atau sudah pernah kawin mempunyai hak memilih. Ketentuan ini dapat menjadi parameter dalam merumuskan target sasaran program pendidikan pemilih. Setiap warga negara yang mempunyai hak politik harus mendapatkan informasi dan pengetahuan yang memadai agar dapat menggunakan hak pilihnya dengan baik dan benar. Pendidikan pemilih akan memberikan dampak positif bagi pendewasaan politik masyarakat. Pemilih perlu mendapat pemahaman seputar prinsip-prinsip demokrasi, kewarganegaraan, sejarah pemilu di Indonesia dan praktik pemilu yang paling mutakhir. Menanamkan sikap anti politik uang sejak dini kepada generasi muda, mengutamakan nilai-nilai kebenaran dan keadaban dalam berpolitik di masa depan. Pendidikan pemilih akan mendorong peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pemilu dan pemilihan. Pemilih yang sadar dengan kewajiban dan haknya sebagai warga negara akan berperan aktif dalam menentukan pemimpin dan wakilnya di semua tingkatan. Partisipasi pemilih yang tinggi menjadikan hasil pemilu lebih legitimate. Pendidikan pemilih menjadi sarana pembekalan calon anggota badan adhoc, yang akan bertugas mulai dari tingkat PPK, PPS dan KPPS. Pemilih yang tercerahkan akan mempunyai kepedulian untuk memantau semua proses pemilu. Memiliki keberanian untuk mengawasi setiap tahapan pemilu dan memastikan semuanya dilaksanakan sesuai aturan. Pendidikan pemilih meningkatkan rasionalitas dan daya kritis masyarakat terhadap kandidat, tidak gampang percaya dengan janji kampanye yang diusung oleh kontestan. Mereka menelusuri rekam jejak dan integritas kandidat sebagai preferensi sebelum menentukan pilihan. Pendidikan pemilih sebagai gerakan kolektif anti korupsi dan anti politik uang yang sering muncul menjelang pemilu atau pemilihan. Praktik jual beli suara (vote trading) akan berpengaruh buruk dalam proses pengambilan kebijakan publik. Pendidikan pemilih untuk menyadarkan masyarakat bahwa pengelolaan negara bermula dari proses demokrasi melalui pemilu. Urgensi pendidikan pemilih untuk menumbuhkan kesadaran dan kepedulian warga negara terhadap masa depan bangsa. Negara bisa saja tergadai jika rakyatnya bersikap masa bodoh dalam proses perhelatan politik.**    


Selengkapnya
148

Transformasi Pemilu Kaum Milenial

Oleh: Dhany Wahab Habieby (Komisioner KPU Kabupaten Bekasi) Agenda demokrasi bangsa Indonesia pada tahun 2024 yakni menyelenggarakan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Kepela Daerah (Pilkada) Serentak. Tahapan pemilihan umum sudah diluncurkan oleh KPU pada 14 Juni lalu, sedangkan hari pencoblosan akan dilaksanakan pada Rabu, 24 Februari 2024. Sementara pemungutan suara pilkada direncanakan pada tanggal 27 November 2024. Gelaran pemilu dan pemilihan pada tahun yang sama akan diselenggarakan untuk pertama kalinya. Kompleksitas permasalahan muncul dari evaluasi pemilu sebelumnya dan harapan agar pemilu bukan sekedar pemenuhan demokrasi prosedural. KPU akan menggunakan berbagai aplikasi sebagai alat bantu penyelenggaraan pemilu, seperti SIPOL, SIDALIH dan SIREKAP. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara menjadi keniscayaan agar pemilu lebih praktis dan akuntabel seiring perkembangan zaman. Seperti diketahui, populasi terbesar penduduk Indonesia saat ini di dominasi oleh generasi muda yang akrab dengan internet (digital native). Potret pemilih tentu tidak jauh berbeda dengan strukutur demografis masyarakat. Rancangan desain dan tata cara pemilu yang aplikatif dan berbasis digital menjadi model pengembangan demokrasi elektoral masa depan. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebut jumlah penduduk Indonesia pada September 2020 sebanyak 270,20 juta jiwa. Kaum milenial yang lahir pada kurun waktu 1981-1996 (saat ini berusia 26 – 41 tahun) sebanyak 25,87 persen dan generasi Z yang lahir antara 1997 hingga 2005 (usia 17 – 25 tahun) sebanyak 27,94 persen. Generasi X yang lahir tahun 1965-1980 sebanyak 21,88 persen, generasi baby boomer (1946-1964) sebanyak 11,56 persen, post gen z yang lahir tahun 2013 dan seterusnya sebanyak 10,88 persen dan pre-boomer yang lahir sebelum tahun 1945 sebanyak 1,87 persen. Kalangan milenial sudah terbiasa dengan perilaku digital native di tengah masyarakat yang super cerdas (super smart society) atau Society 5.0. Founder Freepo Business System, Legisan S Samtafsir menyebut ada banyak tantangan dan peluang dari dampak masyarakat supercerdas. Pertama, banjir informasi menjadikan masyarakat semakin analitis kritis. Kedua, ketika semua serba daring (online), orang bisa semakin kreatif tetapi juga bisa makin konsumtif. Ketiga, hidup dalam campur aduk budaya atau multikultur, hal yang mesti dipertanyakan apakah budaya kita akan menjadi pemimpin (leader) atau pengikut (follower). Keempat, ketika semua serba terbuka, lintas bangsa dan negara, maka yang terjadi adalah kompetisi, kolaborasi atau bisa jadi kooptasi (Kompas, 5/6/2021). Kondisi tersebut harus menjadi pertimbangan bagi pembuat regulasi dan penyelenggara pemilu dalam menyiapkan penyelenggaraan pemilu serentak 2024. Pemilu konvensional yang sudah berlangsung lama memang memerlukan perubahan dan perbaikan, baik sistem pemilu maupun teknis penyelenggaraan. KPU merencanakan pengembangan berbagai sistem informasi digital yang bertujuan untuk penyelenggaraan pemilu yang efektif dan efisien. Merujuk pada masterplan teknologi informasi KPU, pada tahun 2022 dilakukan pengembangan SIPOL (Sistem Informasi Partai Politik), SIDALIH (Sistem Inforamsi Data Pemilih), SIDAPIL (Sistem Informasi Daerah Pemilihan), SILON (Sistem Informasi Pencalonan), SILOG (Sistem Informasi Logistik). Tahun 2023 dilakukan pembangunan dan pengembangan SIDAKAM (Sistem Informasi Dana Kampanye) dan SIREKAP (Sistem Informasi Rekapitulasi). Seluruh sistem informasi tersebut akan diintegrasikan ke dalam website satu data. Tanpa integrasi, permasalahan TI KPU akan terus berulang, yakni terpisahnya setiap sistem informasi pemilu sehingga kinerja masing-masing sistem kurang efisien, terjadi perbedaan data pada setiap sistem, tidak rapinya infrastruktur TI KPU, dan kurang teraturnya operator pada masing-masing sistem. (https://rumahpemilu.org/rencana-kpu-digitalisasi-pemilu-dan-pilkada-2024/) Sistem digitalisasi pemilu untuk menjawab kebutuhan masyarakat yang super cerdas harus dibarengi dengan literasi demokrasi kepada seluruh segmen pemilih. Karakter milenial yang akrab dengan virtual lifestyle menjadi peluang dan tantangan untuk diberdayakan guna menumbuhkan pemilih yang cerdas (smart voters). Generasi milenial mempunyai ambisi besar untuk sukses tetapi lebih tertarik dengan kewirausahaan (entrepreunership). Kaum milenial berperilaku instan, kreatif, inovatif dan informatif tetapi mudah bosan. Mereka mencintai kebebasan dan lebih dekat dengan media sosial. Tingkat percaya diri yang tinggi dan lebih menghargai passion. Mereka menyukai hal yang lebih detail dan mengutamakan pengembangan diri, mempunyai keinginan mendapatkan pengakuan dan memiliki daya saing tinggi, melek digital dan teknologi informasi. Kaum milenial yang mandiri dan kritis akan menjadi pemilih terbesar dalam perhelatan pemilu dan pilkada mendatang. Partai politik sebagai peserta pemilu harus mampu menyuarakan keinginan dan kebutuhan dari generasi milenial. Kontestasi gagasan dan programatik lebih diunggulkan daripada mengedepankan jargon emosional dan pragmatis. Pendekatan serta kampanye politik gaya milenial melalui media sosial (medsos) menjadi prasyarat untuk meraih dukungan. Media sosial berhasil memainkan peran yang sangat penting bagi aktor politik dalam mendapatkan suara dan dukungan, khususnya dari kaum milenial. Mereka akan mendapatkan peluang yang luar biasa efektif apabila dilakukan pemberdayaan secara optimal guna meraih pikiran dan hati milenial melalui media digital. Kaum milenial bisa menggunakan medsos sebagai filter yang paling mudah dicapai dalam menyeleksi dan mentracking figur kontestan yang paling layak menduduki jabatan eksekutif dan legislatif. Jejak digital dapat memandu milenial sehingga tidak perlu lagi kebingungan atas sikap dan pilihan politik untuk ke depannya. Bagi penyelenggara pemilu menyiapkan perangkat keras (hardware) dan piranti lunak (software) untuk penyelenggaraan pemilu berbasis digital menjadi keharusan. Dukungan regulasi sangat dibutuhkan untuk memastikan hasil pemilu digital legitimate dan konstitusional. Generasi milenial harus ikut serta dan berperan aktif sebagai penyelenggara pemilu dengan menjadi anggota badan ad-hoc (KPPS, PPS, PPK). Momentum Pemilu 2024 menjadi starting point generasi milenial turun gelanggang menjadi subyek utama perhelatan demokrasi lima tahunan. Pada akhirnya kesuksesan pemilu 2024 tidak hanya diukur dari tingkat partisipasi pemilih semata. Namun, yang lebih penting adalah kemampuan bangsa ini memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi untuk mewujudkan pemilu yang modern, transparan dan berintegritas. []        


Selengkapnya
140

Dari Bilik Suara Berharap Lahir Negarawan

Oleh: Dhany Wahab Habieby (Komisioner KPU Kabupaten Bekasi) Pemilihan Umum (Pemilu) Serentak akan berlangsung pada hari Rabu, 14 Februari 2024. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan akan menggunakan hak politik untuk menentukan pemimpin (pilpres) dan wakil rakyat (pileg). Partai politik mulai menyusun strategi, merancang koalisi dan menebar pesona untuk meraih dukungan. Beragam cara dilakukan guna menarik simpati rakyat, dari menyebar bantuan sosial hingga memoles citra lewat media massa dan media sosial. Bayang-bayang politik uang (money politic) masih menjadi momok yang mencemaskan dalam perhelatan pemilu di negeri ini. Modus pemberian uang atau barang kepada pemilih oleh kandidat maupun tim sukses agar memilih calon yang diinginkan. Banyak pihak menyakini politik uang laksana virus yang menggerogoti demokrasi. Sistem pemilu proporsional terbuka yang diterapkan saat ini semakin menyuburkan praktik politik uang jelang pemilu. Persaingan terjadi bukan cuma antar parpol, tetapi kontestasi sengit berlangsung antar caleg dalam satu parpol pada dapil yang sama. Biaya pencalonan menjadi sangat mahal dan dampaknya perilaku korupsi semakin merajalela. Modus politik uang berwujud aneka rupa, seperti dibuatkan kartu tabungan, voucher umroh gratis, pembagian kartu asuransi, paket sembako, token listrik, paket internet, menjanjikan pekerjaan serta pemberian uang kontan. Pasal 523 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyebutkan; Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim Kampanye Pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak dua puluh empat juta rupiah. Meskipun aturan secara tegas melarang praktik politik uang namun realitanya masyarakat seolah permisif dengan hal tersebut. Banyak alasan yang membuat tumbuh subur benih politik uang, seperti faktor ekonomi/kemiskinan, budaya/kebiasaan dan rendahnya kesadaran politik warga masyarakat. Pengamat Politik UGM, Mada Sukmajati menyebut politik uang bisa dilawan dengan solusi jangka panjang dan jangka pendek. Solusi jangka panjang dengan strategi budaya atau memasukkan materi politik uang ke sub materi antikorupsi dalam kurikulum sekolah. Solusi jangka pendek untuk mengatasi politik uang, yaitu Bawaslu harus proaktif mengawasi pemilu, pemilih berpartisipatif selama proses pemilu berlangsung, sesama peserta pemilu dapat saling mengawasi, termasuk saling mengawasi antar peserta pemilu dari partai yang sama. Sejatinya politik uang tidak berbeda dengan praktik suap yang menjadi akar korupsi di negeri ini. Kontestan rela mengeluarkan dana besar untuk membeli suara (vote buying) dengan harapan bisa balik modal setelah terpilih. Untuk itu, masyarakat perlu disadarkan bahwa politik uang merupakan godaan setan dalam demokrasi elektoral. Bukankah Allah SWT menciptakan setan untuk menguji keimanan hambanya? Kita diberi kemampuan dan pilihan oleh Allah untuk menjauhi segala macam bentuk kemunkaran agar bisa meraih derajat manusia mulia. Kemampuan pemilih untuk menolak politik uang adalah kemenangan dalam pertempuran melawan bisikan setan. Masyarakat mesti terus diingatkan supaya memiliki kesadaran bahwa lima menit di bilik suara sangat menentukan masa depan bangsa. Idealnya menentukan pilihan itu bukan karena iming-iming uang atau barang. Sebaiknya kita mengamanat suara kepada seseorang karena telah mengenal rekam jejak dan integritas yang bersangkutan . Jika kita merujuk kepada asas penyelenggaraan pemilihan umum, maka persoalan politik uang pada akhirnya bermuara kepada setiap diri pemilih sebagai pemilik kedaulatan. Asas langsung, rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara. Asas umum, semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan undang-undang berhak mengikuti Pemilu. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan, dan status sosial. Asas bebas, setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihannya tanpa tekanan dan paksaan dari siapa pun. Di dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya. Asas rahasia, pemilih yang memberikan suaranya dalam pemilihan umum telah dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak mana pun dan dengan jalan apa pun. Pemilih memberikan suaranya pada surat suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan. Asas pemilu tersebut menegaskan bahwa kedaulatan rakyat sepenuhnya dimiliki oleh setiap pemilih. Setiap warga yang mempunyai hak pilih memperoleh jaminan untuk menggunakan hak suaranya di bilik suara secara rahasia tanpa tekanan atau paksaan dari siapapun. Komisioner KPU RI, Dr. Idham Holik berpandangan dalam kontek politik uang atau politik transaksional dapat diibaratkan seperti logika sirkular (circular reasoning) ‘telur dan ayam’. Siapa yang terlebih dahulu ada atau memulai? Apakah kandidat yang mempengaruhi pemilih agar bertindak transaksional dengan politik uang (vote buying) atau pemilih yang berpikiran pragmatis sehingga menuntut imbalan ketika dukungan elektoral diberikan kepada seorang kandidat (vote selling). Praktik politik uang bisa dicegah dengan melakukan pendidikan politik kepada masyarakat dan pemilih secara berkelanjutan. Pemilih yang cerdas memiliki kekebalan (imunitas) yang kuat dari serangan virus politik uang. Meskipun, para kandidat akan berusaha merayu dengan segala cara, baik terang-terangan maupun sembunyi untuk mendapat suara. Pemilu 2024 adalah momentum dan kesempatan bagi semua warga, khususnya kaum muda yang menghendaki perubahan demokrasi menjadi lebih baik (better democracy). Mari kita mulai dari diri sendiri, mulai saat ini untuk berani menolak rayuan politik uang. Memilih kandidat dengan penuh keikhlasan akan menjadi energi positif bagi lahirnya sosok negarawan. Sebaliknya menjual suara dengan harga murah justeru memberi jalan bagi politisi bermental pedagang untuk meraih kekuasaan. Demokrasi substansial dapat terwujud apabila kita mampu memutus lingkaran setan politik uang. Caranya, saat kita berada di bilik suara mampu mencoblos sesuai kata hati bukan karena transaksi.**  


Selengkapnya